Aku kali pertama mengenalmu saat pelajaran Fisika, di
kelas 1 SMA. Pagi itu Pak Muhari sedang menerangkan Hukum I Newton, tentang
Gaya dan Dinamika. Kelas begitu suram dan membosankan, kapur tulis berdecit
menjilat papan. Sekali-dua Pak Muhari berhenti sejenak, membalikkan badannya
lalu menatap kami yang mulai kehilangan konsentrasi. “Catat!” katanya pendek.
Agak sinis. Nadanya tegas, "Ini penting!" lanjutnya.
Kami saling lirik, sejujurnya kami bosan mencatat, tapi
sekolah tak selalu menyediaka pilihan lain. Kelas
jadi hening. Kami kembali tenggelam dalam buku catatan masing-masing sebagian
mencatat rumus, sebagian lain menggambar atau menulis surat cinta. Dan aku? Aku
mencatat dengan saksama, tentu saja. Aku masih ingat rumus itu.
∑
F = 0, Hukum I Newton, Inersia.
Tiba-tiba
suara pintu diketuk. Pak Muhari berhenti mencatat, menuju pintu kelas, lalu
membukanya. "Maaf mengganggu, Pak Muhari," suara pak Heru, Wakil
Kepala Sekolah. "Eh, tidak ada apa-apa, Pak... Ada yang bisa saya
bantu?" seperti biasa, di depan atasannya, semua orang selalu terlihat
ramah. "Ini, Pak, saya membawa siswa baru pindahan dari luar kota. Namanya
Mona, dia akan bergabung dengan kelas ini. Saya mau memperkenalkan kepada anak-anak,
sekalian Mona langsung ikut belajar." Pak Heru menjelaskan. Dari balik
pintu, siswa baru itu, kamu, mulai menampakkan diri. Pak Heru masuk lebih dulu,
"Ayo masuk, jangan malu-malu, mereka semua nanti jadi temanmu." Pak
Heru meyakinkanmu. Kau mulai melangkah masuk, mengikuti Pak Heru dari
berlakang. Kau terlihat agak malu-malu. "Anak-anak, ini Mona Kusuma Dewi,
teman baru kalian. Mona ini pindahan dari sekolah di Bandung. Silakan nanti berkenalan.
Mulai hari ini Mona bergabung dengan kelas kalian. Pesan Bapak, perlakukan Mona
dengan baik, ya?"
"Iya, Pak..." Kamipun menjawab dengan serentak. Anak-anak senyum - senyum.
"Hai Mona!" Gugun menggodamu. Kau mengangguk pelan, lalu tersenyum, "Hai teman-teman!" katamu riang. Suaramu lembut, dan entah bagaimana membuat napasku tertahan.
Sejak saat itu, aku mulai memperhatikanmu. Kau duduk dua baris di sebelah kanan tempat dudukku. Sehari, dua hari, lima hari, sembilan hari, aku punya kebiasaan baru: Menatap punggungmu, memperhatikan rambut panjang yang diikat rapi dengan ikat rambut warna-warni. Lama lama aku hapal, setiap Senin kau memakai ikat-rambut warna kuning, Selasa warna biru, Rabu warna hijau, Kamis warna merah, Jumat bunga - bunga, dan di hari Sabtu kau tak mengikat rambutmu.
"Iya, Pak..." Kamipun menjawab dengan serentak. Anak-anak senyum - senyum.
"Hai Mona!" Gugun menggodamu. Kau mengangguk pelan, lalu tersenyum, "Hai teman-teman!" katamu riang. Suaramu lembut, dan entah bagaimana membuat napasku tertahan.
Sejak saat itu, aku mulai memperhatikanmu. Kau duduk dua baris di sebelah kanan tempat dudukku. Sehari, dua hari, lima hari, sembilan hari, aku punya kebiasaan baru: Menatap punggungmu, memperhatikan rambut panjang yang diikat rapi dengan ikat rambut warna-warni. Lama lama aku hapal, setiap Senin kau memakai ikat-rambut warna kuning, Selasa warna biru, Rabu warna hijau, Kamis warna merah, Jumat bunga - bunga, dan di hari Sabtu kau tak mengikat rambutmu.
Hukum I Newton; Setiap benda
tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan laju tetap sepanjang garis
lurus, selama tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut atau tidak ada
gaya total pada benda tersebut.
Mungkinkah kau 'gaya total' bagi
laju hidupku yang sebelumnya tenang dan stabil? Sebelum kau datang, hari-hariku
biasa-biasa saja, irama jantungku berdetak sewajarnya, dan sekolah tetap
membosankan seperti seharusnya. Tetapi setelah kau datang? Semuanya berubah!
Tiba-tiba aku menahan napas saat berpapasan denganmu, waktu seolah melambat
tetapi berbanding terbalik dengan detak jantungku yang berdegup cepat. Dan
sekolah? Aneh sekali aku merasa sekolah bagai tempat paling menyenangkan
sedunia. Aku mulai melakukan riset sederhana itu. Aku menghitung jumlah detak
jantungku setiap menitnya, aku mendapatkan rata-ratanya: 80 kali per menit. Itu
detak jantung normalku. Baiklah, mari kita buktikan apakah aku sedang jatuh
cinta padamu atau tidak...
Hari pertama, Selasa. Dari jauh
aku melihatmu mengenakan ikat rambut warna biru. Oh, mengapa aku begitu
tertarik pada ikat-rambutmu? Kau sedang mengobrol dengan beberapa teman
perempuan. Aku menarik napas panjang dan mulai menghitung. Hasilnya: 88!
Kesimpulan sementara: Ada peningkatan detak jantung saat aku melihatmu. Tapi,
aku belum percaya bahwa aku sedang jatuh cinta.
Hari kedua, Rabu, kau belum
datang ke kelas padahal sebentar lagi jam pelajaran dimulai. Bangkumu kosong,
entah mengapa aku merasa kehilangan saat memperhatikan bangku milikmu yang
kosong. Lima menit berlalu, bel masuk berbunyi. Dan kau belum juga datang. Oh,
hari ini seharusnya aku sudah melihatmu dengan ikat-rambut warna hijau. Hei,
sedang di manakah kamu? Lima menit kemudian, pelajaran dimulai, Bahasa
Indonesia. Aku mulai bertanya-tanya dan menerka-nerka: Apakah kau tidak masuk
hari ini? Apa kau sedang sakit? Apakah sesuatu terjadi padamu? Aku mulai
khawatir. Aku menghitung detak jantungku: 84. Tiba-tiba suara pintu kelas
diketuk, kau datang tergesa-gesa dengan napas yang terengah. "Maaf, Bu,
saya terlambat, tadi angkotnya mogok." katamu kepada Bu Mira, Guru Bahasa
Indonesia. Oh, suaramu, mengapa aku jadi mengagumi suaramu? Apa yang istimewa
dari suaramu? Kau berjalan tergesa menuju tempat dudukmu. Aku memperhatikanmu.
Dan ternyata kau menangkap mataku sedang memperhatikanmu, kau tersenyum ke
arahku. Sial! Degup jantungku mempercepat dirinya sendiri! Segera kuhitung: 96!
Apa-apaan ini?! Degup jantungku tiba-tiba meningkat signifikan!
Hari ketiga aku memperhatikanmu,
degup jantung tetap di atas normal, apakah aku benar-benar jatuh cinta padamu?
Aku tak begitu yakin, apakah ini reaksi normal?
Hari keempat, kelima, keenam, dan
ketujuh sudah kulalui. Aku sudah mendapatkan hasilnya. Harus kuakui, ternyata
memang ada peningkatan cukup signifikan dari detak jantungku setiap kali bertemu
kamu. Aku mendapat rata-ratanya: 92. Itu belum termasuk keringat dingin dan
gemetaran saat kamu mengajakku ngobrol, dan saat kamu meminjam penghapus di
pelajaran Kesenian Sabtu lalu. Ah, jika kau memang 'gaya total' yang
mempengaruhi dinamika hidupku, menyebabkan percepatan degup jantungku setiap
kali bertemu denganmu, benarkah aku sedang jatuh cinta padamu? Aku tak yakin.
Aku bisa saja menolaknya. Tapi, mungkinkah aku menolak Hukum II Newton
Hukum II Newton: Jika suatu gaya
total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami percepatan, dimana arah
percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Vektor gaya total
sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan benda. ∑ F = ma.
Baiklah, yang jelas aku mulai
curiga. Jangan-jangan kau memang 'gaya total' bagi hidupku!? Ah, ini aneh,
entah kenapa aku mulai suka bernyanyi. Aku membayangkan kita berdua jadi tokoh
utama dalam syair lagu-lagu cinta. Jika menonton video klipnya yang indah, aku
membiarkan imajinasiku masuk ke dalam jalan ceritanya: You are my everything,
Baby... kau takkan pernah terganti.... Aku senyum-senyum sendiri, merasa jadi
orang gila yang bahagia. Sial, aku benci perasaan mellow macam begini, tapi aku
tak bisa menolaknya! Sungguh, ini seperti terperangkap dalam soal Gaya dan
Dinamika di ujian Fisika, Hukum III Newton.
Hukum III Newton: Apabila sebuah
benda memberikan gaya kepada benda lain, maka benda kedua memberikan gaya
kepada benda yang pertama. Kedua gaya tersebut memiliki besar yang sama tetapi
berlawanan arah. Fa ke b = -Fb ke a.
Mona, ini teori Fisika yang paling romantis
buatku. Baiklah, aku menyerah, aku memang benar-benar jatuh cinta padamu. Aku
melihat kita berjodoh menurut Hukum III Newton. Aku berkulit hitam, kau putih.
Aku pendiam, kau suka bicara. Aku suka Fisika dan Matematika, kau suka Sejarah
dan Bahasa Indonesia. Aku pemalu, kau periang. Aku mudah marah, kau penyabar.
Aku bertele-tele, kau tergesa-gesa. Kita saling berlawanan tapi sekaligus
saling menggenapkan. Setiap benda yang memberi gaya tertentu akan mendapatkan
gaya yang berlawanan dari yang diberikan olehnya... Inilah yang membuat gerak
jadi sempurna, membuat hidup dan cinta jadi indah: F aksi = -F reaksi.
Barangkali aku bukan laki-laki terbaik di dunia, karena memang tak ada seorang pun yang sempurna. Aku hanya laki-laki biasa, yang menemukan sebagian dirinya dalam dirimu. Bagiku, kaulah yang akan menyempurnakan hidupku, Barangkali ini terdengar gombal buatmu. Biar saja! Aku memang masih kelas 1 SMA. Tapi soal cinta, aku merasa jauh lebih dewasa. Aku serius. Seperti pada Fisika, aku serius soal cinta! Well, demi Hukum I, II, dan III Newton: Aku cinta kamu. Seperti yang dinyanyikan dalam lagu Bondan fade 2 black “kau puisi”
Barangkali aku bukan laki-laki terbaik di dunia, karena memang tak ada seorang pun yang sempurna. Aku hanya laki-laki biasa, yang menemukan sebagian dirinya dalam dirimu. Bagiku, kaulah yang akan menyempurnakan hidupku, Barangkali ini terdengar gombal buatmu. Biar saja! Aku memang masih kelas 1 SMA. Tapi soal cinta, aku merasa jauh lebih dewasa. Aku serius. Seperti pada Fisika, aku serius soal cinta! Well, demi Hukum I, II, dan III Newton: Aku cinta kamu. Seperti yang dinyanyikan dalam lagu Bondan fade 2 black “kau puisi”
0 komentar: